×

Yogyakarta ~ suaraglobal.tv

Menenun Ombak karya Irwan Syamsir merupakan tugas akhir S2 penciptaan seni teater pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dipentaskan pada hari Senin, 30 Juni 2025 dua kali pada pukul 08.00 WIB dan pukul 19.00 WIB di Concert Hall Pascsarjana ISI Yogyakarta kampus Suryodiningratan Yogyakarta.

Irwan Syamsir selama belajar di Pascasarjana ISI Yogyakarta penuh kesungguhan walau dalam guncangan ombak budaya akademik di Yogyakarta. Menenun Ombak diyakini Irwan dengan gaya realisme magis. Realisme magis adalah aliran sastra dan seni yang menggunakan pendekatan realis/kejadian sehari-hari dengan gabungan elemen magis di dalamnya. Penggunaan terminologi realisme magis dalam kesusastraan muncul pertama kali melalui karya-karya dari penulis Amerika Latin. Aliran ini diadopsi dari gaya lukis Jerman pada tahun 1920-an dengan nama yang sama. Istilah realisme magis dalam dunia sastra pertama dicetuskan oleh pengarang Kuba bernama Alejo Carpentier pada tahun 1940-an. Ia menemukan karakteristik realisme magis pada karya-karya penulis Amerika Latin dan merumuskannya ke dalam satu genre tersebut.

Pertunjukan Menenun Ombak berlatar Tanah Mandar, ketika musim angin timur jelang tiba. Sepasang suami istri (Pua’ dan Indo) dalam kegelisahan. Lelaki adalah seorang pelaut. Perempuan adalah seorang penenun. Keduanya dihadapkan tantangan masa kini. Di tengah ketidakpastian tentang laut dan tuntutan zaman Di tengah ketidakpastian laut dan tekanan zaman yang terus berubah, keduanya mencari keseimbangan antara tanggung jawab, harapan, dan cinta. Menjelang pelayaran panjang, mereka menggelar ritual kuliwa—sebuah warisan leluhur yang mempersiapkan raga dan jiwa menghadapi musim yang tak pasti. Dalam kuliwa, mereka menyatukan doa, makanan, dan kenangan, menenangkan gelombang dalam diri mereka sebelum menghadapi gelombang sesungguhnya

Baca juga  Ziarah Makam Raja Sultan Agung Dalam Rangka Kirab Budaya Ngarak Siwur Nguras Enceh Ke 24 di  Kapanewon  Imogiri 

Dialog yang digunakan dalam pertunjukan Menenun Ombak menggunakan Bahasa Indonesia dan ada beberapa bahasa Mandar seperti kata pua’na yang berarti bapak serta indo’na yang berarti ibu sebagai panggilan akrab suami istri di Mandar Beberapa kalimat seperti teks mantra juga hadir dalam pertunjukan seperti teks Turu’mo lembong, Takkalai disombalang, dotai lele ruppu’ dai lele tuali (Turunlah ombak, sakali dilayarkan lebih baik hancur daripada mundur). Ada juga Sammaratanna Olowilla yang berarti sehela menuju haluan. Dua teks ini lazim sebagai mantra pelaut saat berada di perahu. Kemudian teks Anduru’dang, yang berarti adik kasihanilah saya sebagai teks lisan romantis yang lazim dalam nyanyian rakyat masyarakat Mandar.

Menenun Ombak naskah dan sutradara Irwan Syamsir, pimpro Nono Nur Alim, stage manager Firmansyah, sekretarisDwi Angelita. Pemain: Kritin Natalia, Renal Sude, Nur Adha S,, mentor dramaturgi Fedly Aziz, penata artistik: Allung, Randi, Islah. Penata Cahaya Jefry, Icha, komposer Wahyu Alamsyah, Ulfi Mahendra. Penata bunyiAkmal, Yermia, support music Uwake Culture Foundation, hand property Armin, Tata kostum Anggun, Aulia, Cici. Tata rias Wardah, logistic Yensi, Tiwi, sound system Giant Ray, dokumentasiAgam, Romi, official Hera, Dimas. Crew aan, Ahmad, Fauzan, Ilham, Jalal, Silvi, desain publikasi Kadoker. Dosen pembimbing Dr. Drs.Nur Iswantara, M. Hum., Penguji Ahli Dr. Koes Yuliadi, M.Hum., Ketua Penguji Dr. Yohana Ari Ratnaningtyas, M.Si.

Baca juga  Tak Masalah Ada Yang Salah Meski Pakeliran Telah Menjadi Pakeliruan

Irwan Syamsir melalui pertunjukan teater Menenun Ombak berdasarkan tradisi kuliwa Masyarakat Mandar Sulawesi Barat (Sulbar) ini membuka ruang tafsir ulang atas kearifan lokal dengan bentuk penciptaan karya teater dan pemaknaan nilai-nilai yang tumbuh dalam tubuh komunitas pesisir Masyarakat Mandar Sulbar.

(Nur Iswantara)

Menenun Ombak  Irwan Syamsir Membuka Ruang Tafsir Kearifan Lokal