
Kulon Progo ~ suaraglobal.tv
Kesenian yang berdampak, kesenian yang mengaktivasi kebekuan budaya sebelumnya.
Memberikan wawasan, menggerakkan kesadaran baru tentang identitas lingkungan dan situasi politik” (Nimba Karsa)
Kalimat itu tertulis pada pada banner yang diberi kerangka atau tulang kayu pada jahitan kedua ujungnya, atas – bawah, diberi tali dan digantung pada sebatang bambu yang dipancangkan di area panggung Dhaksina Adikarta Festival (DAF), di dusun Kriyan, Karangwuni, Kulon Progo.
Pada bagian bawah tertera : Nimba Karsa.
Spirit yang tumbuh dari pemahaman makna kalimat tersebut, nampaknya jadi jiwa perjuangan Candra, Ketua Sanggar Nimba Karsa, sekaligus sang ketua panitia pelaksana yang kemudian dengan penuh semangat menyiapkan berbagai kebutuhan guna menyekenggarakan Dhaksina Adikarta Festival.
Tentu tak terlepas dari peran Bu Akhid Nuryati SE, warga Karangwuni yang sangat perduli pada lingkungan masyarakat Karangwuni khususnya dan Kulon Progo umumnya, dalam kapasitasnya sebagai mantan Ketua DPRD Kulon Progo yang kini menjadi Anggota DPRD Yogyakarta.
Dhaksina Adikarta Festival bisa terselenggara karena didukung oleh Dana Keistimewaan Yogyakarta yang disalurkan melalui Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kabupaten Kulon Progo, atas Pokok – pokok pikiran dari Ibu Akhid Nuryati SE.
“Dhaksina Adikarta itu sendiri mengangkat tema lokalitas. Untuk dekorasi panggung dan area pertunjukan, rmoergunakan material dari bahan bahan lokal. Berkolaborasi dengan para seniman, para perupa Kulon Progo maupun luar kota.
Seniman perupa, juga ada seniman instalasi juga. Dimeriahkan pentas kesenian dari anak – anak sanggar.
Kebetulan saya saya juga ketua sanggar Nimba Karsa yang masih baru di dirikan.
Alhamdulillah, baru membuka sanggar setahun, kelas pertama itu sudah memiliki murid 110 anak. Nggak nyangka bisa memiliki murid sebanyak itu…”
“Harapan dari terlajsanyanya Dhaksina Adikarta Festival itu sendiri apa ? tanya suaraglobal.tv yang mewawancarainya.(12/7/2025)
“Semoga dengan berbagai konten pesan moral yang dikemas dengan kesenian, bisa menyadarkan masyarakat lokal akan pentingnya lokalitas untuk mengangkat hati diri kita sendiri “, pungkasnya.
Kesuksesan penyelenggaraan Dhaksina Adikarta Festival, atas kegigihan dan kerja keras Chandra sang ketua panitia, Ibu Anggota DPRD Yogyakarta, Ibu Akhid Nuryati yang u tengah sambutannya, meminta Ketua Panitia naik ke panggung, memperkenalkan pada seluruh tamu undan dan penonton, dan memuji keberhasilannya dengab ungkapan sebagai berikut :
“Terima kasih Mas Candra.
Ini di saksikan sekian banyak orang , ratusan penonton… karya, kerja dan dedikasi Mas Candra dicatat oleh Allah sebagai ibadah yang bermanfaat bagi kita semua.
Tepuk tangannya mana buat Mas Chandra …?!”
spontan seluruh penonton yang mayoritas warga setempat, tepuk tangan.
“Dhaksina” berasal dari bahasa Sanskerta, yang di berarti “selatan” atau “tenggara”. Dalam konteks geografis, Dhaksina digunakan untuk menunjukkan arah mata angin selatan.
Ketika kata Dhaksina digabungkan dengan nama suatu wilayah, seperti Adikarta, maka Dhaksina Adikarta dapat diartikan sebagai “selatan Adikarta” atau “wilayah selatan Adikarta”.
Dalam bahasa Sanskerta, Dhaksina sering digunakan sebagai prefiks untuk menunjukkan arah atau lokasi geografis, seperti:
– Dhaksina (selatan)
– Uttara (utara)
– Purva (timur)
– Paschima (barat)
Jadi, Dhaksina Adikarta dapat diartikan sebagai wilayah atau daerah yang terletak di selatan Adikarta.
Festival Dhaksana Adikarta ini memang bukan sekedar even pertunjukan biasa. Menurut saya, ini sebuah peristiwa budaya yang membentangkan riwayat panjang Adikarta dan upaya penelusurannya.
Tito Pangesthi Adji, Kabiro Kulon Progo suaraglobal.co.id mencoba menguaknya :
Kata “Dhaksina”, berasal dari bahasa Sanskerta, yang berarti “selatan” atau “tenggara”. Dalam konteks geografis, Dhaksina digunakan untuk menunjukkan arah mata angin selatan dan tenggara
Karangwuni, sebagaimana disebut Bu Akhid Nuryati SE dalam memberi sambutan malam puncak Dhaksina Adikarta menyebutkan :
“Kapanewon Adikarta yang kemudian gabung dengan Kulon Progo dengan Ibu Kota di Wates, satu – satunya Kalurahan yang lokasinya di pesisir pantai selatan ya Karangwuni ini…”
Itu tadi menjelaskan letak desa atau kelurahan Karangwuni berada di wilayah selatan , pinggir samudera Indonesia, dekat pantai.
Ketika kata Dhaksina digabungkan dengan nama suatu wilayah, seperti Adikarta, maka Dhaksina Adikarta dapat diartikan sebagai “selatan Adikarta” atau “wilayah selatan Adikarta”.
Dalam bahasa Sanskerta, Dhaksina sering digunakan sebagai prefiks untuk menunjukkan arah atau lokasi geografis, seperti:
Dhaksina (selatan),
Uttara (utara)
Purva (timur)
Paschima (barat)
Jadi, Dhaksina Adikarta dapat diartikan sebagai wilayah atau daerah yang terletak di selatan.
Adikarta dulu adalah sebuah Kabupaten yang merupakan bagian dari Kadipaten Pakualaman
Kabupaten ini berdiri berdasarkan Undang Undang Nomor 15 Tahun 1950 ; tentang pembentukan daerah kabupaten di lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta yang di terbitkan pada pada tanggal 8 Agustus 1950.
Tak berumur panjang. Setahun kemudian mulai tanggal 15 Oktober 1951, Kabupaten Adikarto di gabung dengan Kabupaten Kulon Progo, dengan pusat pemerintahan di Wates.
Penggabungan ini karena alasan masing – masing Kabupaten tersebut terlalu kecil untuk menjalankan otonomi serta serta hal efisiensi pemerintahan.
Bersambung*
Tulisan Tito Pangesthi Adji