×

Bantul ~ suaraglobal.tv

Malam 1 Suro 1959 yang jatuh pada hari Kamis Wage Malam Jumat Kliwon, 26 Juni 2025, dirayakan oleh Yayasan Rakai Mataram Agung bersama warga, di halaman Ringin Sajodho, Bantaran Kali Opak, Dusun Dahromo, Trukan, Segoyoso, Pleret, Bantul – Yogyakarta.

Serangkaian prosesi upacara Laku Budaya Sembah Jiwa Dalam Cahaya Saka, dilangsungkan sejak pagi hari di awali dengan menjalankan Purwasanti atau pembersihan tempat keramat yakni kawasan Ringin Sajodho.

Dua buah pohon beringin berusia ratusan tahun itu tumbuh berdampingan, dengan akar – akarnya yang saling berjalinan.

Oleh masyarakat sepasang pohon beringin itu di maknai sebagai simbol welas – asih.

Kepada Suara Global yang mewawancarai di lokasi acara, Mbah Muji Hadi Wijoyo Sesepuh dusun Dahromo, yang sekaligus adalah Pamengku Siti dimana tumbuh ringin sajodho itu mengatakan :

“Giat dusun Dahromo dalam menyambut Tahun Baru 1 Suro 1959 dimaksudkan untuk memintakan doa restu kepada para Sesepuh, Pinisepuh warga RT.03, RT.04, agar di kawasan ini nantinya bisa berkembang dan memberi kemanfaatan seperti yang diharapkan oleh warga, semoga Gusti Allah meridhoi.

Warga saya ajak Cegah Pawungon (tidak tidur, tirakat-Red), dengan duduk beralas tikar dibawah pohon ringin sajodho ini, serta berdoa agar nantinya tempat ini bisa berkembang dan memberi manfaat pada masyarakat. Semua warganya guyub rukun ayem tentrem, bisa mewujudkan seperti apa yang di inginkan para sesepuh. pinisepuh di dusun Dahromo sini ” jelasnya.

Baca juga  Membangkitkan Energi Spiritual Dengan Mengolah Bunyi Serta Suara Pada Pembacaan Mantra

Hadir pada acara itu para Pamong Desa, sejumlah tokoh masyarakat, Babinsa, dan warga setempat.

Sesepuh Yayasan Rakai Mataram Agung, Totok Suyanto Hadiningrat, menjelaskan maksud dan tujuan dari rangkaian upacara Laku Budaya Sembah Jiwa Dalam Cahaya Saka ini:

“Malam 1 Suro pada jaman dulu disebut Malam 1 Saka pada era Majapahit. Malam hari bertepatan dengan Malam Jumat Kliwon, dan itu terjadi setiap 1 Windu sekali.

Tadi pagi dilaksanakan Purwasanti, membersihkan tempat keramat, bertepatan dengan ringin sajodho, yang merupakan petilasan dari Pangeran Purboyo yang waktu dulu bertapa disini.

Prosesi selanjutnya, di lakukan Tawur Agung, salah satu simbol perang terhadap angkara murka, dimana tujuannya adalah untuk menyeimbangkan alam semesta didalam kehidupan manusia, agar manusia dan alam semesta itu bisa bersinergi dan bermanfaat bagi kehidupan.

Pada malam harinya dilakukan Kirab Budaya, para peserta berjalan beriringan membawa berbagai simbol – simbol dan ubarampe sesaji menuju pelataran Ringin Sajodho.

Kemudian melakukan doa bersama yang dipimpin oleh Pemuka Agama. Dilanjutkan dengan Kembul Bujana atau makan bersama.

Prosesi berikutnya Malam Perenungan meliputi beberapa hal, seperti Pembacaan Kitab Serat Rasa Eling, Meditasi Suwung, atau Semedi. Boleh juga disebut Dharmaraya. Ini berlangsung sekitar satu jam. Dilanjutkan dengan Tapa Mbisu atau tidak berbicara hingga pukul 00:00.

Setelah lewat tengah malam para peserta menjalani Upacara Sesuci dengan niat membersihkan sengkala supaya di tahun berikutnya bisa menjalani kehidupan yang lebih baik. Prosesi Sesuci ini diwujudkan dengan disiram air yang diambil dari tujuh sumber, sebagai penutup dari rangkaian upacara yang digelar pada Malam 1 Suro ini” lanjutnya mengakhiri wawancaranya seraya mempersiapkan diri memimpin jalannya acara.

Baca juga  Mujahadah Dzikrul Ghofilin Bantul 2 Menata Qolbu Mendalami Ilmu Agama 

Tito Pangesthi Adji.

Laku Budaya Sembah Jiwa Dalam Cahaya Saka