
Yogyakarta ~ suaraglobal.tv
Sukses menggelar karya musik eksperimental Batu Breksi Bernyanyi#1yang eventnya telah berlangsung beberapa bulan lalu, sekarang ini Compuser Senior sekaligus konseptor Batu Breksi Bernyanyi, Dr.Memet Chairul Slamet, tengah mempersiapkan pengembangan dari konsep karya cipta musiknya yang akan dipergelarkan di Tebing Breksi pada Hari Minggu, tanggal 29 Juni 2025.
Pada Suara Global TV yang mewancarinya dan mengajukan sejumlah pertanyaan, Pimpinan Kelompok Music Gangsa Dewa Etnic Ensamble yang Studionya beralamatkan di Suryodiningratan, Yogyakarta ini menjelaskan :
“Pada event Batu Bernyanyi#2 besok, akan melibatkan puluhan orang pemain yang terdiri dari para karyawan restoran, para pekerja di Destinasi Wisata Tebing Breksi yang hampir semua bukan orang musik. Rata – rata mereka dulu adalah para pekerja tambang yang biasanya mempergunakan peralatan seperti linggis, glaco dan sebagainya. Lebih dari 60 orang akan terlibat dalam event Batu Breksi Bernyanyi#2 nanti. Selain mereka, sebagai icon yang berada di tengah tetap diperankan oleh Kelompok Music Gangsa Dewa Etnic Ensamble untuk memancing terciptanya komposisi bunyi dan gerak yang menyatu dalam sebuah pementasan di tempat terbuka.
Komposisi bunyi yang tengah saya garap saat ini merupakan kelanjutan dari konsep participatory performce dengan melibatkan penonton menjadi bagian dari komposisi Batu Breksi Bernyanyi. Keterlibatan audience sebagai bagian dari repertoar merupakan paduan komprehensif auditif, agar penonton dapat merasakan.langsung experience memainkan batu sebagai media bunyi.
Pengalaman ruang auditif penonton dapat menjadi tingger rangkaian repertoar, sehingga gagasan kreatifitas environmental art serta originalitas totalitas reproduksi bunyi batu tersampaikan secara substantif”
Lebih jauh Dr. Memet Chaerul Slamet menceritakan bagaimana proses penggarapan musik eksperimental Batu Breksi itu bermula.
“Seorang teman, Mas Bowo, memperkenalkan dan menjembatani komunikasi saya dengan Pak Kholik owner pengelola Tebing Breksi.
Saya presentasikan gagasan tentang Musik Batu yang tentunya sangat pas jika bisa di tampilkan di panggung terbuka destinasi wisata Tebing Breksi. Diluar dugaan ternyata Pak Kholik menyambut baik gagasan yang saya lontarkan. Dan tentang kebutuhan para pemain , beliau bertanya : ‘Kalau saya menggerakkan para karyawan, para pekerja, warga lokal sini, apa bisa bisa ? Mereka bukan orang musik. Rata – rata dulu mereka adalah pekerja tambang…’
Setelah saya yakinkan bahwa semua karyawan yang nota bene masyarakat awan yang tidak belajar musik pun pasti bisa terlibat pementasan nanti, lalu beliau mulai menggerakkan para karyawannya. Dan saya harus merancang metode latihan dengan teknik yang disederhanakan. Begitu saya melibatkan warga setempat, spirit mereka itu totalitasnya menjadi lebih terlihat. Bukan karena boss yang menyurut mereka terlibat, tetapi mereka tertarik dan tumbuh rasa ikut handarbeni dan turut berpartisipasi dalam penciptaan karya musik dan pertunjukan yang diharapkan akan bisa menjadi Icon di destinasi Tebing Breksi. Mereka senang. Mereka suka. Lalu berbondong – bondong semakin banyak yang ikut latihan.
Al hasil, Batu Breksi Bernyanyi telah berhasil digelar dan sukses.
Nah, besok tanggal 29 Juni 2025 itu, akan digelar Batu Breksi Bernyanyi#2, karena banyak permintaan dari masyarakat yang pada perhelatan pertama tidak sempat menonton “ya
” Apakah musik yang ditampilkan pada event Batu Breksi Bernyanyi termasuk jenis musik hiburan ?”, sela Suara Global berusaha mengorek penjelasan lebih detail dari Sang Compuser sekaligus Konseptor Batu Breksi Bernyanyi.
” Bukan musik hiburan. Saya berusaha menyederhanakan teknisnya. Tapi lebih mengedepankan kedalaman maknanya, saya kembangkan sehingga keluar auranya . Sebuah momentum spirit lokal bertubuh Breksi, dan saya menghidupkannya. Dengan demikian teknik itulah yang harus dipertimbangkan agar mudah dipahami. Mudah dimainkan. Dan kebetulan masyarakat Breksi itu musikalitasnya cukup bagus, metode latihan cepat mereka pahami. Sehingga kalau kita kasih pola ritme dan bergerak seperti apa, mereka bisa mengikuti”
“Adakah teknik baru yang diterapkan, sehingga mempermudah proses latihan yang efektif dan efisien untuk mencapai target – target tertentu dari konsep yang ingin dicapai dalam pertunjukan musik batu itu ?” cecar Suara Global lagi.
“Tidak harus latihan bertahun – tahun. Ini bukan masalah latihan seni musik kok. Tapi masalah kesadaran musikalitas yang harus menghadirkan sebuah makna. Makna bunyi. Kalau yang musik umum itu kan teknis semua. Ini nggak, ini masalah kesadaran rasa itu sendiri
Teknik yang baru saya kembangkan dalam penggarapan ini adalah Teknik Instruksi. Instruksi dalam arti aba – aba dari tangan saya, mereka langsung membunyikan pola – pola tertentu…”,
” Seperti conductor pada orchestra ?”
“Hampir serupa itu. Tidak memaksa mereka membaca partitur. Tapi saya hanya menunjukkan pola – pola dengan aba – aba yang semua ada ditangan saya . Sehingga pola – pola yang mereka mainkan itu tergantung pada gerakan tangan saya, mau kemana mereka mengikuti dan langsung merespons seperti kesepakatan proses latihan.”
“Anda pernah menggarap seni pertunjukan kolosal yang melibatkan 1.700 seniman, pada waktu dan tempat yang sama. Kalau tak salah itu terjadi lebih dari 20 tahun yang lalu. Tercatat sebagai pemecah Record Musium Record Indonesia.
Apakah pola – pola penggarapan music eksperimental Batu Breksi Bernyanyi juga merupakan pengembangan dari konsep pertunjukan kolosal itu ?”
“Beberapa tahun silam saya juga menggarap musik kolosal di Jepang, melibatkan 1010 Pemusik. Bulan Oktober mendatang, saya diminta untuk kembali mementaskan musik kolosal di Jepang. Pengalaman itu semua membuat spirit saya menjadi lebih percaya diri dan berani. Saya menggerakkan rasa musikalitasnya, menggerakkan rasa tanggung jawab yang dimiliki pada peristiwa itu. Maka mereka akan berkonsentrasi , akan menyimak. Dengan menyimak, dengan totalitas dan keikhlasannya bermain, sehingga saya mudah untuk memberikan pola – pola pada seluruh pemain.
Keikhlasan itu membantu untuk menerima informasi dari luar. Arahan. Instruksi. Musikalitas itu memudahkan mereka menangkap esensi atau kode – kode yang ingin saya hadirkan “, jelasnya lebih rinci mengakhiri wawancara dengan Suara Global TV – Tito Pangesthi Adji.