
Kulon Progo/ suaraglobal.tv
Kalau saja saya tidak salah dalam membaca undangan dari Dinas Kebudayaan ( Kundha Kabudayan) Kulon Progo, diminta datang sebagai juri untuk sebuah lomba, barangkali pertemuan ini tak akan terjadi.
Pada undang tertera hari Rabo,16 Juli 2025, tetapi saya datang ke Kundha Kabudayan tanggal 15/7/2025.
Sehari lebih cepat dari waktu kegiatan yang dijadwalkan.
Lantaran salah baca undangan itulah saya terdampar di ruang tamu. Dan selagi menunggu jemputan untuk pulang,
karena berangkatnya tidak membawa kendaraan,
dari lantai dua muncul sosok penyair senior Kulon Progo, Marjuddin Suaeb menuruni anak tangga hendak menuju mushola, sehingga melintasi ruang tamu dimana
saya berada disitu.
Saling menyapa sekilas dan beliau tahu kesulitanku
“Nggak usah nunggu di jemput, nanti saya antar pulang. Sebentar, mau sholat dzuhur dulu…sama ngambil tas saya masih di ruang atas ” ucap Pria baya yang terbilang produktif menulis puisi ini.
Memang cukup lama kami tak bertemu.
Marjuddin Suaeb, penyair yang lahir di Kulon Progo 13 Maret 1954 ini tercatat sebagai Penyair Muda Jogja, kreator sastra Kulon Progo yang pernah mendapat penghargaan th.2022.
Namanya masuk dalam ‘Apa Siapa Penyair Indonesia’ dan juga Penyair DNP (Dari Negeri Poci). Penyair SBP (Sastra Bulan Purnama).
Sering tampil membacakan karyanya pada kegiatan forum sastra dan teater di Kulon Progo.
Juga membaca puisi di You Tube.
Usai sholat kami pulang.
Di sepanjang perjalanan kami berbincang. Tentang apa saja. Bak percakapan burung. Apa saja yang terlintas dalam benak masing – masing langsung terlontarkan. Serba selintas. Saling pingin tahu kegiatan apa saja yang digeluti selama beberapa tahun tak bertemu. Obrolan itu mengalir tumpah begitu saja dalam perjalanan.
Setiba dirumah, baru bisa berbincang lebih leluasa :
” Pertemuan yang kadang kadang kita harapkan bisa saja meleset. Malah kadang juga terjadi pertemuan yang tidak direncanakan dan saling menguntungkan.
Kalau orang Jawa, itu seperti ‘menjaring angin’ .Tak terduga dan menguntungkan…sehingga bisa di komuditikan menjadi pertemuan seniman, saresehan, seminar seminar…atau untuk Lounching karya karya kita sendiri
Dari pertemuan tidak sengaja itu bisa memunculkan ide ide, gagasan yang bisa di kolaborasikan kedalam sebuah kegiatan kekaryaan bersama.
Ya seperti siang ini, nggak nyangka akan ketemu Mas Tito yang selalu melanglang buana, selalu turun ke Ngarcapada di daerah Kulon Progo dan tidak mudah untuk ketemu.
Kali ini ketemu
tidak sengaja. Kalau ketemu eem…sama sama senior, karena umurnya, ya… Sudah sama sama tua… sehingga kita bisa merefleksi, apa yang pernah kita inginkan tapi belum tersampaikan, atau belum tercapai apa yang kita inginkan.
Harapan harapan untuk kemajuan dari kita di bidang sastra dan seni serta produk produk kebudayaan ”
Bicara tentang seni dan pemajuan kebudayaan, topiknya memang bisa meluas dan obrolan pun lumpat kemana – mana.
“Seperti kita harapkan, di Kulon Progo ada sebuah katalog hasil karya teman teman kita, terutama ya…yang sudah ada itu…seperti yang bahasa Jawa, macapat.
Macapat gagrak Kulon Progo.
Kemudian yang belum ada katalognya ya sastra.
Masih kelompok kelompok sendiri. Kalau seni rupa, saya kemarin lihat di perpus Dinas Kebudayaan sudah ada katalognya.
Alhamdulillah.
Barangkali ini bisa untuk merespons kehidupan lingkungan Kulon Progo. Sebagai…apa itu, pusat literasi di Jateng.
Sepertinya kalau kita baca, kita tengok sedikit ke belakang, yang lebih aktif itu teman teman kita yang muda.
Seperti kelompok sastra ‘Regas’ yang di motori Tri Wahyuni”
Mendengar nama ini, saya teringat pernah minta dibantu Tri Wahyuni, ketika itu dia masih kuliah di UNY, jurusan Sastra Inggris. Sewaktu saya menyutradarai Penangsang Tahta Diatas Pelana, Tri Wahyuni yang mentranslit dialog – dialognya kedalam bahasa inggris.
Pada awal pandemi Covid 19 beberapa tahun silam.
“Ya, Tri Wahyuni sudah aktif di forum sastra sejak masih kuliah.
Kemudian ‘Sastraku’, ini akan bangkit kembali. Sudah mulai ganti pengurus.
Ada lagi ‘Sangsisaku’ dan ‘Lumbung Aksara’, termasuk nama nama yang tersisa dan masih aktif itu akan terus berlanjut dan berkembang lewat pintu masing masing”
Obrolan kami pun lumpat lagi ke forum forum bidang kesenian yang ada di Kulon Progo.
“Kalau forum forum lain ada penyempitan, sastra agak lebih dapat perhatian.
Tinggal bagaimana kita menyiasati atau menanggapi respons respons yang penting, yang menguntungkan yang termanfaatkan oleh kita sendiri. Media.
Dan itu tadi, masih ada pancingan pancingan dari penerbit baru yang sepertinya lebih berani dalam menghitung hitung untung rugi.
Perbincangan kami beralih ke obrolan bebas seniman dalam melihat fungsi Taman Budaya Kabupaten Kulon Progo, dan ikut memikirkan sumbangan pemikiran apa saja yang kiranya akan bisa mendorong upaya pemanfaatan Taman Budaya bagi pemajuan kebudayaan di Kulon Progo.
Menjaring-angin#1
Penulis Tito Pangesthi Adji.