×

Yogyakarta ~ suaraglobal.tv

Bulan sabit mengintip dari celah mega berarak diatas Tebing Breksi yang eksotis.

Seorang crew panggung menyalakan dupa dan menancapkannya diberbagai penjuru teater arena. Ratusan penonton telah memadati bangku – bangku dua pertiga lingkaran panggung terbuka. Sound system dan lighting telah ready semua. Sejumlah artis keluar dari tenda yang dijadikan tempat tata rias dan busana.

Suara Global TV mencegat Dr.Memet Chairul Slamet yang keluar dari tenda sembari koordinasi menggunakan ponselnya, minta waktu wawancara sesaat menjelang penampampilan Repertoar Batu Breksi Betnyanyi#2, karya cipta terbarunya.

Sang Compuser dan konseptor Batu Bernyanyi, Dr.Memet Chaerul Slamet sempat melontarkan janjinya dalam wawancara pada reporter Suara Global TV dan bagi semua pemirsa :

“Sebentar lagi saya akan menghadirkan sebuah karya yang menghidupkan Tebing Breksi.

Batu – batuan Breksi akan kita buat bernyanyi. Dalam rangkaian narasi, bagaimana Tebing Breksi itu bisa hadir menjadi unggulan wisata di wilayah Yogyakarta.

Nah, saya sebagai seniman musik, ingin memenuhi harapan masyarakat untuk kedua kalinya menampilkan Batu Breksi Bernyanyi Karena banyak permintaan dari teman – teman yang belum sempat menyaksikannya. Dan malam ini kami, Gangsa Dewa dan seluruh pendukung acara akan menghadirkan kembali repertoar yang sama. Tapi ada sedikit perbedaan…” belum lagi selesai memberikan jawaban atas pertanyaan yang saya ajukan, sudah terdengar Suara Pembawa Acara Lisa Raminten, menyapa penonton dan membacakan narasi pengantar pertunjukan. Di tengah arena ia menjadi sentral perhatian penonton yang menyimak baik – baik narasi yang dibawakannya penuh perasaan dan menciptakan kesiapan penonton menyaksikan pertunjukan.

Narasi ini terekam pada saat berlangsungnya acara dan saya kutip sesuai rekamannya :

“Dibalik kokohnya tebing dan ukiran alam yang membisu,

batu Breksi menyimpan jejak waktu dan kisah – kisah yang lama terpendam. Bukan gema angin, bukan deru mesin, melainkan suara tanah yang ingin dikenang.

Lewat kolaborasi yang hangat antara Pengelola Wisata Tebing Breksi dan masyarakat setempat, lahirlah sebuah karya yang menghidupkan kembali suara alam, ingatan budaya dan denyut kehidupan yang tertanam dalam setiap celah batu.

Compuser sekaligus Konseptor Batu Bernyanyi, Doktor Memet Chairul Slamet, menghidupkankisah yang tersimpan dalam batu, tentang kerja keras, tentang cinta, tentang suara – suara yang selama

ini hanya terdengar hati.

Hari ini batu – batu itu akan bernyanyi, dengan gerak, bunyi dan cahaya.

Berikut penampilan Sang Compuser Doktor Memet Chairul Slamet bersama Gangsa Dewa Ethnic Ensamble dan keluarga Breksi.

Selamat menyaksikan ”

Saya membuat video pertunjukannya, tetapi tidak untuk di tayangkan sebagai liputan berita.

Saya membuat seberkas catatan, dalam mencoba membaca pesan yang dikemas kedalam simbol – simbol yang dihadirkan dalam pertunjukan.

Adegan dimulai dengan munculnya sekelompok anak – anak, berhamburan menuju panggung terbuka. Dolanan bocah, sebagaimana lazim dilakukan anak – anak desa dalam mengisi waktu luangnya, biasanya saat purnama. Ada yang menggendong teman bermainnya, ada yang berlarian diarena. Lugu.lugas. bersahaja. Tampil dalam pentas seperti kesehariannya

Baca juga  Mengupas Simbol Budaya Adat Tradisi Bebarik Lawang Sanga

Kemudian membuat permainan seperti ‘tlusupan’, dimana sebagian dari mereka berdiri berhadapan, dengan mengangkat dan menyatukan kedua tangannya berpegangan dengan tangan teman dihadapannya, sehingga membentuk seperti pintu, atau terowongan. Kemudian sebagian yang lain menelusup, menerobos lorong terowongan itu.

Agung Gunawan selaku Koreografer dan perancang adegan – adegan yang ditampilkan berhasil merekonstruksikan dolanan bocah yang nyaris punah, dan mengusung ke teater arena Tebing Breksi dengan bagus sekali. Kepolosan anak – anak dan kejujurannya dalam bermain tidak nampak seperti para pemain yang beracting. Mereka terlihat sangat menikmati.

Selagi anak – anak asyik bermain, muncul seorang kakek yang memanggilnya. Permainan terhenti dan mereka satu persatu mendekati Sang Kakek yang bercerita :

(Narasi Asli dalam bahasa Jawa, saya alih bahasakan ke dalam Bahasa Indonesia agar bisa dipahami para pembaca) :

“Cucu – cucuku yang Kakek sayangi, Kemarilah. Kakek mau bicara.

Kalian semua itu terlahir, makan dan minum dari hasil bumi Breksi. Makanya kalian semua harus ikut menjaga dan merawat bumi kelahiran.

Sekarang Kakek bertanya : siapa yang tahu sejarahnya bumi Breksi ?

Jika kalian semua belum mengerti, Kakek akan bercerita…”

Musik beralih ke struktur bunyi yang membangkitkan kesan menguak masa lalu. Back sound tangisan bayi dan sebuah kidung yang dilantunkan seorang ibu melatari pembacaan puisi :

“Matahari terbit, Menyapa Nusa Jawa, Gugusan tanah wingit, Menyimpan Selasa misteri,

Namun disitulah kejayaan Nusantara.

Terukir abadi …”

Muncul beberapa penari remaja putri, bergerak dalam koreografi yang terjaga, mengeliling arena.

Kakek masih membacakan puisinya :

“Bumi subur berpagar bukit, Dikitari lembah ngarai, Sungai – sungai mencatat jejak, Ribuan tahun silam, kilas balik peradaban .

Begitu juga kita mencatat, Saat para dewa mengaduk – aduk tandusnya, Dan membawa berkah baru Nusa Jawa

Terwujud megahnya dalam candi – candi, Berhiaskan relief, Gambaran masyarakat sentosa, Berlimpah karunia semesta …”

Dr. Memet Chairul Slamet

menggiring peralihan suasana dengan kekuatan bunyi musik tiup yang dimainkannya. Begitu piawai.

Kelompok Gangsa Dewa Music Ensamble yang di pimpinannya, yang menempatkan diri pada blocking tengah arena, menjadi Magnit pemantik untuk diikuti para warga Breksi yang ikut bermain dengan memukul – mukulkan dua buah batu yang berada di genggaman tangan kanan – kirinya.

Instruksi kode – kode pola bermain, diberikan oleh Sang Compuser melalui gerakan – gerakan tangannya.

Puluhan kawula alit para lelaki bercaping dengan singlet putih bercelana hitam beriringan.muncul dan bergerak melingkar memutari teater arena. Di tangan mereka tergenggam batu – batu yang berfungsi sebagai perkusi penghasil bunyi, yang di ketuk – ketukkan sesuai kode – kode instruksi Sang Compuser.

Baca juga  Tak Masalah Ada Yang Salah Meski Pakeliran Telah Menjadi Pakeliruan

Bagian inilah, yang di janjikan Dr. Memet Chairul Slamet dalam wawancaranya sebelum acara dimulai.

Dr. Memet Chairul Slamet bersama Gangsa Dewa dan seluruh pemain, benar – benar ‘menghidupkan’ bebatuan Breksi.

Para personil Gangsa Dewa bermain dengan intens , bukan dengan sekedar ketrampilan teknis kemampuan bermusiknya, namun dengan sepenuh jiwa, dengan rasa.

Kebersamaan kekuatan rasa yang mengalir dalam komposisi bunyi batu beradu itu menjalari hati dan jiwa para pemirsa.

Mereka yang sebelumnya dipersilahkan mengambil batu – batu yang diedarkan pada penonton oleh panitia, tergerak untuk turut bermain.

Para penonton memukul – mukulkan batu pada genggaman jefuabtangannya, mengikuti instruksi kode – kode Sang Compuser dan membarengi gerakan para pemain.

Interaksi antara pelaku dan penonton terbangun dengan sempurna.

Nyaris tak ada penonton, karena sebagian besar yang hadir diteater arena Breksi itu terlibat dalam interaksi yang syahdu.

Bagian ini terjadi pada menit ke 13 hingga 17. Berlanjut dengan musik transisi menuju struktur bunyi dan pengdeganan berikutnya

Terdengar lantunan vocal personil Gangsa Dewa, Putri, yang terasa memancarkan aura magis. Lantunan vocal tanpa syair , tanpa lirik. Bukan mantra. Seperti lengkingan suara tanpa kata ( entah, dalam musik apa istilahnya ?) aoooeee.. eeaaa…eeee…

Muncul sosok – sosok para perusak. Bergerak dan berjingkrak – jingkrak seperti dalam tembang “buta – buta galak”. Mereka mengenakan kostum seperti biasa dipakai dalam tari Gedrug, atau Buta Bubrah.

Dicekam nuansa musik dan bebunyian yang mengharu biru , berbalut suasana kegaduhan perusakan.lingkungan oleh para para buta yang melambangkan penambang liar, terasa mengancam.

Komposer Dr. Memet Chaerul Slamet dan Koreografer Agung Gunawan, bukan saja piawai menggarap gerak dan bunyi. Ada kekuatan dramaturgi yang membidangi terlahirnya karakter – karakter yang dimunculkan dalam sosok – sosok penari.

Sehingga pengadeganan dalam membangun anak tangga dramatik itu berhasil mencapai puncak dengan baik.

Solah bawa Buta Bubrah yang menggambarkan perusakan lingkungan, menyajikan adegan menegangkan. Sementara riuhnya gemerincing bunyi klinthing krincing dari gelang kaki para penari menyiratkan keadaan yang genting.

Terdengar narasi meningkahi :

” Janji – janji rupiah, Sangat menawan, membuat hati tergoda…”

Asap merah flare suar yang tiba – tiba merebut perhatian pemirsa , mengisyaratkan tanda bahaya. Menjadi penanda kerakusan manusia yang bersimaharaja.

Transisi musik masuk pada struktur berikutnya . Sejumlah pria dewasa mengusung sebuah tandu yang membawa seorang Dewi

Pada bagian ini muncul narasi :

” Lalu muncul Dewi Ratih, Hadir ditengah gelombang kerakusan. Hancurkan dinding batu tumpal. Oooh…, duhai , Berhentilah !

Berhentilah segala ulah musabab…”

Sampai sini, saya rasa, janji Dr.Memet Chaerul Slamet pada penonton menjelang dimulainya repertoar tadi telah benar – benar terbukti.

Pertunjukan berakhir dengan luapan kegembiraan para pemain yang sebagian.besar adalah warga Breksi itu sendiri, dan kepuasan penonton yang berlarian menuju arena pertunjukan guna memberikan ucapan selamat dan sukses bagi para pemain.

Baca juga  Menguak Rahasia Tuah Tulah Daun Sirih

Penasaran seperti apa kesan dan.komentar para penonton maupun pemainnya ?

Berikut komentar Prof.Yudiaryani, MA , Dosen ISI, dan juga Sutradara Teater MAS yang sedang mempersiapkan pementasan Dialog Antigon untuk Festifal Teater Perempuan Yogyakarta bulan September mendatang :

” Luar biasa ini. Batu Breksi Bernyanyi ini merupakan salah satu upaya dari masyarakat untuk melestarikan apa yang ada. Saya lihat banyak anak – anak sampai orang tua yang terlibat dalam.pertunjukan ini, menari, menyanyi, memukul – mukulkan batu.

Ada interaksi antara pelaku sama penonton .

Ada satu hal lagi, yang barangkali bisa dikembangkan. Kalau tempat audiotoriumnyavdudah bagus, ya… Sudah layak untuk ditonton. Tapi memang panggungnya, itu upaya dari upaya dari Dinas Pariwisata atau siapapun yang berkepentingan, berwenang disini, harus di perbaiki stagenya. Supaya artis juga bisa memberikan banyak inspirasi gitu. Untuk menghidupkan panggung itu sendiri.

Karena artisnya luar biasa, ada penari Jawa, ada para pemukul batunya, kemudian narasinya juga bagus. Kesesuaian tema dengan lingkungan fisik Tebing Breksi memberikan penciptaan suasana yang luar biasa.

Selamat dan Sukses untuk Mas Memet “, komentar Prof Yudiaryani, MA seraya menjabat tangan Sang Compuser, masih di teater arena.

Bagaimana dengan pengakuan para pemain ?

Widodo, seorang koordinator dari Pedagang Kaki Lima di area parkiran Breksi, yang terlibat sebagai pemain dalam pertunjukan Batu Breksi Bernyanyi mengaku :

“saya Widodo, disini kita sebagai warga dan.penggiat wisata Tebing Breksi, sangat bangga dengan Tebing Breksi dan pertunjukan malam ini, yang menceritakan tentang latar belakang Tebing Breksi dan.keberlanjutannya hingga menjadi seperti sekarang ini. Tercapai suatu keberhasilan hingga seperti sekarang ini

Kami bangga dan berharap semoga pertunjukan ini memberi manfaat bagi warga Tebing Breksi’

Rossy, salah satu gadis penari yang terlibat dalam Batu Breksi Bernyanyi, menyatakan :

” Seneng banget bisa bergabung, tambah pengalaman, juga tambah banyak kenalan baru.

Terus terang saya terkesan dengan pertunjukan malam ini ”

Sementara Novy dan Reny mengatakan :

” Tentunya sangat bahagia bisabterlibat dalam pertunjukan ini. Semoga Breksi semakin melejit, semakin haya, semakin maju dan lebih baik lagi ”

Batu Breksi Bernyanyi#3 akan segera digelar pada bulan Juli ini.

Apakah Dr. Memet Chairul Slamet akan tetap menepati janji untuk menghidupkan bebatuan Breksi yang mati

Mari kita tunggu ada gebrakan apalagi di Tebing Breksi.

Catatan

Tito Pangesthi Adji.

Terhipnotis Batu Breksi Bernyanyi Penonton Serempak Berinteraksi